Ceritaku Hanya Sepenggal Paragraf dalam Bukunya

Pada saat cuaca tak terik dan tak mendung, anak itu duduk di depan sebuah minimarket yang riuh ramai pengunjung. Bukan ragaku yang terhubung oleh tatapan mata di balik masker kain bergambar logo Avengers, melainkan hatiku. Orang berkata, 'Tak Kenal Maka Tak Sayang.' Apakah ini berlaku untuk diriku? Sekelebat pandangan sudah mampu untuk membuat hatiku membeku. Hingga akhirnya mencair oleh ucapan hangatnya yang berbunyi, "Halo, salam kenal!"

Tak pernah terbayang aku merasakan perasaan yang sudah kupikir tak akan aku rasakan kembali. Rasa itu. Sebuah rasa yang kembali mencuat dari setengah dekade lalu. Aku tak pernah lupa rasa itu. Sebuah rasa yang kukira tak akan pernah kurasakan kembali.

Masa demi masa mengalir pada jalur waktu. Rasa itu pun tumbuh. Terdengar konyol jika membayangkan sebuah rasa yang cepat sekali bertumbuh dalam seumur jagung. Namun hatiku percaya akan rasa itu.

Di malam ulangtahunnya, kami melakukan sebuah perjalanan. Dengan motor 150cc yang kami tumpangi dengan dia sebagai pengemudinya. Di bawah sinar rembulan yang redup kami melintasi persawahan. Bahkan ia berucap, "Ini menyenangkan, pemandangan yang indah."  Aku berbicara pada diriku dalam hati, "Ya tuhan, jika boleh aku merasakan cinta mengapa orang ini yang membuatku jatuh cinta?"

Kalimat demi kalimat yang ia ucapkan malam itu tak pernah terpikir akan menjadi bagian yang terus menghiasi mimpi malamku. Aku yakin rasa ini memang benar adanya.

Aku tak memiliki tekad. Tekad untuk mengungkapkan. Rasa itu akan kupendam selama yang aku bisa. Bahkan hingga aku menemukan orang yang baru sekalipun. Aku tak memiliki tekad untuk mengatakannya.

Setelah banyaknya pertimbangan, aku memutuskan untuk mengaku. Pertemuanku dengan dirinya terbilang singkat, bahkan terlalu singkat hanya untuk memasak sebuah telur omlet. Apa yang sebenarnya terjadi padaku? Aku tahu dengan jawabannya. Aku tahu dengan reaksinya. Aku tahu dengan hasil konsekuensi yang harus aku hadapi. Apa yang sebenarnya aku pikirkan?

Tidak ada yang salah dengannya. Tidak ada. Semua itu hanya ada di dalam kepalaku. Imajinasi tak berujung penuh ketidakpastian yang sangat melelahkan.

Semua perasaan ini seakan menenggelamkanku. Semua hasil akhir yang aku hadapi membuatku sesak. Apa sebenarnya yang aku inginkan? Jawaban apa yang aku cari?

Hingga saat ini, saat ini, saat ini, aku masih mencoba untuk menemukan jawabannya. Mungkin saja jawaban itu akan datang sesuai apa yang kupikirkan. Mungkin saja jawaban itu terucap oleh dirinya. Mungkin saja jawaban itu terucap oleh orang sebelumnya. Mungkin saja jawaban itu terucap oleh orang lain. Mungkin saja.

Aku menyalahkan diriku. Aku berharap tak pernah bertemu dengannya.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Moon Rises, My Love Down's

It sounds Cliché, It says Love